Acaciapat.com - Pemerintah Indonesia menemui Kedutaan Besar Amerika pada 5 November 2021 di Washington DC, Amerika Serikat untuk meminta data dugaan pelanggaran merek dan hak cipta yang selama ini disebut belum ditindak oleh Indonesia. Pertemuan dengan perwakilan industri apparel dan buku/jurnal ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi terkait dengan status Priority Watch List (PWL).
Pertemuan tersebut diwakili oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai bagian dari Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) Penanggulangan Status PWL.
“American Apparel & Footwear Association (AAFA) punya isu terhadap Indonesia di bidang pelindungan dan penegakan hukum terhadap produk industri yang dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan asal AS terutama dari sektor marketplace (lokapasar),” ujar perwakilan AAFA Nate Herman dalam pertemuan tersebut.
Anom Wibowo sebagai Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa sekaligus Ketua satgas ops mengatakan bahwa pemerintah Indonesia siap menerima data berupa laporan dugaan pelanggaran hak kekayaan intelektual yang diderita oleh perusahaan-perusahaan pemilik merek melalui platform lokapasar di Indonesia.
Seperti diketahui, satgas ops yakin dapat menyelesaikan kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia setelah menjalin kerjasama dengan Direktorat Bea dan Cukai (Kementerian Keuangan), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selain itu, lima besar lokapasar di Indonesia yakni Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Shopee, dan BliBli.com juga telah memberikan deklarasi mendukung pelindungan hak kekayaan intelektual di platform mereka.
“Kami juga memiliki kewenangan menutup konten atau hak akses pengguna terhadap website/akun yang menjadi media pelanggaran hak kekayaan intelektual,” lanjut Anom menerangkan kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Selanjutnya, L. Simpson dari American Association of Publisher (AAP) selaku representasi dari pemegang hak kekayaan intelektual di bidang jurnal, buku, publisher, audio book, juga menyampaikan kekhawatirannya terkait pembajakan karya cipta di lokapasar. Dia mendorong pemerintah untuk memastikan para penjual barang palsu tidak dapat membuat media online baru setelah akses pengguna mereka ditutup.
Anom kemudian menjelaskan bahwa ke depan pihak lokapasar mengharuskan penjual memiliki sertifikat hak kekayaan intelektual untuk berjualan di platform mereka. DJKI mendorong lokapasar untuk memiliki divisi tersendiri untuk melakukan pengecekan sertifikat.
“Pertemuan ini juga bisa dilanjutkan dengan pertemuan antara AAP dan AAFA dengan para pemiliki lokapasar sehingga bisa kita dengarkan bersama-sama komitmen mereka untuk memberangus barang bajakan,” pungkas Anom.
Dalam pertemuan hari ini, Direktur Merek dan Indikasi Geografis Nofli juga menyampaikan harapannya agar pemilik hak Amerika mendaftarkan pelindungan kekayaan intelektualnya di Indonesia.
“Anda tidak harus hadir langsung karena Indonesia memiliki sistem Madrid Protocol yang memungkinkan pemilik merek asing mendaftar dari negara asalnya,” ujar Nofli.
Selain itu, hadir pula Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan KI Daulat P. Silitonga, dan Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittupideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Samsu Arifin. Keduanya meyakinkan pemerintah AS bahwa Indonesia bertekad menjalin kerja sama yang baik dalam melindungi hak kekayaan intelektual.
Sebelumnya, satgas ops dan lokapasar telah membuat deklarasi bersama untuk memberantas pelanggaran kekayaan intelektual. Lokapasar kini telah memiliki mekanisme khusus untuk menanggapi aduan penjualan barang palsu dan memastikan barang yang tersedia di platformnya adalah barang legal.
Pemberantasan barang bajakan ini penting untuk mengeluarkan Indonesia dari status PWL yang disematkan Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) dalam Special Report 301. Status ini disebut berpotensi menghalangi Indonesia mendapatkan investasi asing yang lebih besar. Pemerintah berharap mendapatkan program penurunan tarif bea masuk (Generalized System of Preferences) yang lebih besar lagi dari AS sehingga perekonomian di dalam negeri dapat meningkat. (kad/irm)